
Pagi ini langit cerah, cuma ada sedikit cahaya pagi tadi, ungkap cerita yang pelan-pelan mulai dibaginya kepadaku. Ia menangis semalaman untukku, begitu inginnya ia supaya aku ada dekatnya, seperti setiap harinya. Dalam lembah gelap ia terguguk, menangisi kelemahan hati yang membuatnya tidak berdaya untuk ada disana. Tak pernah ada inginnya mengecewakan hati sang bulan yang juga bergantung hidup dari padanya, sementara itu sang ketidakinginan datang sama kuat menggerogoti setiap detik umurnya dengan segala kemarahan dan dendam yang tak berkesudahan. Matahariku menangis, menjadikan airmata sebagai ungkapan segala ketidaksanggupan untuk menanggung beban yang teramat berat dipundaknya. Tak ada yang bisa dilakukan sang embun untuk mengobati segala sakitnya, ada di dekatnya pun tak bisa. Seribu harap bahwa aku bisa menjadi seperti yang diharapnya. Menjadi nyata bagi hidupnya. Tapi aku hanya sebentar ada dalam lingkar harinya. Aku akan menguap tertelan panas sinarnya.
Ia berjalan gontai menapaki hari, keterjagaan tidak menghentikan dunia berputar walau sedetikpun. Seluruh dunia tampak seperti tak peduli, bahkan sang bulan pun enggan berdekatan karena ketakutan. Matahari menjadi sesat, hilang di dunia pikirannya sendiri yang tak tertembus. Mengenyam setiap onak duri, menjadikannya senjata ampuh pembunuh suasana hati. Sempat dibilangnya padaku bahwa ia butuh sebuah petunjuk, tidak harus benar, tapi bisa dilakukan. Hati sendiri menjadi linglung, bingung tak tentu. Apalah yang bisa diberikan sebagai petunjuk kepada matahari. Selama ini aku melihat segala sesuatu dengan matanya, merasakan dengan hatinya, berpikir dengan otaknya. Berada di lingkaran yang sama dimana ia berdiri. Kapan ia lemah, aku pun lemah. Kapan ia kuat, aku pun kuat. Tapi logika dan pikiranku sendiri terkadang menyeruak memprotes apa yang dirasakan oleh sang matahari sampai sedemikian rupa. Mempertanyakan diri mengapa semua dilalui sedemikian berat dan apa yang bisa membawanya keluar dari lembah gelap ini. Tawaran-tawaran terbuka datang dari sisi logikaku yang memandang bahwa memang selayaknya semua ditindaki dengan sebuah ketegasan. Ketegasan hati seorang matahari . Tetapi entah kenapa tawaran itu menjadi mentah ketika aku selalu bisa melihat dengan matanya, merasakan dengan hatinya yang lemah. Dan tawaran itu pun menguap kembali bersama udara.
...
April 11, 2007
No comments:
Post a Comment