Dua hari sudah menjalani dunia penuh logika dengan hati yang terkurung dalam penjara taman indah. Dunia yang datang dengan janji janji pada diri tentang masa yang akan datang. Tampak seperti pasti tapi tidak juga pasti. Tercatat rapi dalam lembar buku logika tentang apa yang boleh dan mungkin datang atau juga pergi. Menapaki jejak kaki dengan gamang dalam sebuah prosedur tentang kepemilikan. Hati? Entah apa yang ia rasakan sekarang. Menerima saja. Menjalani saja. Walaupun dunia logika datang membawa sejuta mimpi indah, hati tetap juga tak mau diam. Menggelitik sekali dengan pertanyaan pertanyaan wajib yang biasa ditanyakan pada sebelah hatinya. Mengaliri pikiran dengan keadaan yang mungkin sedang dilewati sebelah hatinya nun jauh di seberang sana. Masih saja tak tenang dan kekuatiran yang banyak datang menghampiri sesekali. Menjadikan diri seakan begitu jahat dengan apa yang sedang terjadi dalam gegap gempita dunia raya. Merasakan diri seperti munafik, atau terlalu naif? Memberikan marka marka pada batasan diri yang berdiri di tepi jurang. Sempurna baikkah? Sempurna burukkah?
Sunyi menggelar malam dengan hamparan ribuan bintang. Ingin rasa hati pergi jauh ke sudut langit, duduk di sana sebentar saja. Menikmati diri yang seperti sedang berdiri di tengah tempat yang bukan dimana mana. Hanya berdiri saja. Diam. Mengajak diri tidak berpikir tentang apapun, tentang sesuatu apapun. Hanya berdiri saja. Ditemani sedikit sinar redup bulan dan bintang yang menjadi lentera menerangi hati. Mencari cari apa yang hilang dari kemegahan yang sedang dirasa. Tak tahu.
Setangkup kegamangan tetap mencuri sisi sejajar diri yang membuahi perasaan hampa. Sesekali melahirkan teori teori tentang jalan hidup. Bagaimana menyikapi perubahan dengan sikap yang sama, membuat diri tetap berpijak pada bumi. Apapun yang boleh menyambangi diri, sudah layak dan pantas disikapi dengan semua pertimbangan. Membawa diri menjadi bijak dengan bersikap wajar. Tanpa berlebihan. Apapun yang terjadi dalam dunia logika dan dunia hati, sudah semestinya menjadi sebuah konsep bagi diri untuk menuju kepada sebuah pematangan pribadi. Melewati proses pendewasaan melalui apa yang datang. Bukankah hidup adalah sebuah level belajar bagi diri yang belum sempurna? Diri hanya bisa menjalani, dengan pengalaman masa lalu sebagai bekal, dan tanpa percaya diri yang berlebihan, memberanikan diri untuk menapakkan langkah selanjutnya pada jalan hidup yang dilewati. Hingga sampai akhirnya nanti, diri harus dihadapi oleh ujian akhir, dimana akan ditentukan, belahan dunia mana yang lebih kuat mendominasi diri, atau bahkan bisa dijalani keduanya? Ah, kita manusia, tak punya kemampuan untuk berpikir pasti. Hanya bisa menjalani...itu saja.
23:35 – August 20, 2006

No comments:
Post a Comment