
Bukan sekedar sekali dua peperangan hati dan logika tumpah mendominasi diri. Peperangan antara dua kubu ini terkadang membuat diri menjadi lumpuh dan tidak berdaya. Sering kali diri berada di tepi jurang dan merasa hilang. Ketidaktahuan akan apa yang dibuat atau harus bagaimana bersikap menambah paket peperangan ini menjadi lebih lengkap. Kubu hati dengan segala rasa dan keindahan yang ditawarkan menjadi musuh terbesar logika dengan perhitungan sistematis dan juga pertimbangan akal yang dimilikinya. Setiap kali peperangan terjadi, kedua kubu akan beradu strategi untuk memenangkan sebuah keputusan. Kubu hati adalah ahli dalam memberikan rasa nyaman dan tentram bagi diri dengan semua penawaran rasa yang mungkin hanya sesaat, dan tentunya kubu hati adalah pakar untuk urusan perasaan perasaan indah. Sedangkan kubu logika adalah ahli dalam memberikan masukan tentang konsekuensi yang mungkin datang, dan belum termasuk di dalamnya adalah teori tentang kebenaran yang terkadang menjadi teori pembenaran jika jatuh ke tangan hati. Begitu banyak manuver manuver dan juga proposal yang diajukan demi memperoleh sebuah keputusan tentang sesuatu.
Sulit untuk melacak track record soal siapa yang lebih sering memenangkan peperangan ini. Banyak sekali moment moment dimana peperangan ini juga bisa diselesaikan dengan cara damai. Mereka juga ternya bisa duduk dalam satu meja, mengendapkan permasalahan, lalu berunding dan lahirlah sebuah keputusan. Hal ini justru lebih pintar dan juga akan memberikan sebuah keputusan yang baik bagi kedua belah pihak. Dan tentu saja, diri akan menjadi lebih tenang dalam menjalani keputusan yang terbuat. Tapi, sebagai manusia yang tidak pernah puas, jalan perundingan ini seringkali terabaikan. Beberapa bahkan hanya menggunakan logika tanpa pertimbangan hati, dan beberapa juga menggunakan hati tanpa ada pertimbangan logika. Bukan juga salah, bukan juga benar. Ada beberapa sisi hati yang tidak bisa terjangkau oleh logika dan sebaliknya. Maka, yang sering kulakukan adalah mendamaikan kedua kubu ini. Mencari jalan tengah yang dapat diterima dengan lapang dada oleh kedua kubu.
Lalu, apa yang harus dilakukan seorang sahabat yang baik jika sahabatnya sedang mengalami peperangan ini? Haruskah ikut terjun ke medan peperangan dan memihak salah satu kubu? Atau haruskah membiarkan sahabatnya berperang sendiri? Haruskah seorang sahabat menjadi jembatan bagi terwujudnya sebuah perdamaian? Haruskah seorang sahabat berdiri di luar garis peperangan dan memberikan bala bantuan jika diperlukan? Well…menurutku, lakukan apa yang seharusnya seorang sahabat lakukan. Sebuah keputusan bijak seorang teman juga dapat membantu menentukan keputusan akhir. Tidak dengan terjun dan ikut berperang, tidak dengan memihak satu kubu, tapi mungkin hanya sekedar menyediakan bahu. Menjadi tempat berteduh ketika lelah menghampiri, dan meyakinkan bahwa semua akan dilewati dengan baik. Mungkin itu langkah paling bijak menurut pengalamanku. Maka, sediakanlah bahu, untuk sekedar menjadi tempat bersandar bagi sahabat sahabat terbaikmu.
12:25 – July 21, 2006
1 comment:
sisterhood of love....
Post a Comment