Saturday, July 29, 2006

DIBAWAH HUJAN

Rumah kita diguyur hujan siang ini. Rumput di taman kecil depan rumah basah menengadah menyerap air yang turun dari langit tanpa pembatas. Langit abu abu, dunia menjadi begitu terang dengan kilatan petir bagai blitz kamera yang menyala sesekali. Udara dingin. Sejuk. Suara hujan terdengar begitu menderu. Aku hanya berlutut diatas sofa coklat di ruang tamu, menopang dagu, menyaksikan pemandangan indah itu dari jendela yang mulai berkabut karena hangat nafasku. Biasanya engkau akan berlutut juga disampingku, melipat tanganmu sebagai penopang. Kita suka sekali menyaksikan pemandangan ini berdua. Keindahan hujan yang begitu mengagumkan dengan nuansa romantis yang menyertainya. Kita bisa berlama lama berada di atas sofa coklat itu, menunggu hujan mereda hingga menuai protes dari kaki yang kurang memperoleh aliran darah yang sempurna. Engkau yang mengajariku bagaimana cara menikmati suasana seperti ini. Menyaksikan dengan ajaib air hujan menyirami bumi. Bagaimana menikmati suasana dingin seperti ini menjadi penuh dengan nuansa penuh sayang. Tapi hari ini aku hanya berlutut disini sendiri. Sebelahku hanya sandaran sofa yang diam tanpa kata. Termenung kembali mengingat percakapan percakapan yang mungkin terjadi jika adamu disampingku sekarang.

“Lagi apa, pit?” suara itu seperti dekat sekali di telinga kurasa.
“Hujan disini, ndut. Bikin kangen kamu…”
“Kamu tau nggak? Disini juga hujan, sayang. Kamu pasti sedang berlutut di tempat biasa“
“Iya. Tapi sendirian.”
“Ei, jangan sedih, sayang. Hm, pasti indah kalau kamu ada disampingku sekarang. Bisa terlihat pohon pohon raksasa dari sini. Di taman kita cuma lihat rumput dan pohon melati ya? Pohon pohon itu terlihat lebih indah saat hujan seperti ini”

Aku terdiam. Rasanya kangen ini begitu sakit mendera. Atau indah namanya? Ah, aku bingung. Hujan selalu saja membawa kenangan bermacam macam datang pada saat bersamaan. Kenangan ketika kita pernah sengaja bermandi hujan berdua di tengah perjalanan, membiarkan tubuh kita kuyup dan kedinginan. Kenangan ketika kita berteduh berdua di bawah halte bis ketika tubuh menggigil. Kenangan ketika tubuh kita bertambah kotor karena cipratan genangan air dari mobil yang melintas. Semua menjadi satu berkutat dikepalaku. Banyak sekali hujan mewarnai cerita kita.

Lalu di luar jendela, hujan telah menjadi titik titik saja dan langit mulai sedikit terang. Beberapa orang kulihat melintas tergesa. Masih saja aku enggan beranjak dari berlututku. Ingin sekali rasa hati memiliki sayap untuk bisa terbang ke tempatmu sekarang. Mengejutkanmu dengan hadirku di depan pintu kamarmu. Bisakah?

12:10July 29, 2006

No comments: