Kutipan-kutipan cerita lama kembali terputar di kepala. Tapi sakit dan perihnya tetap dirasa dalam waktu yang sekarang terpijak. Semua datang, memporakporanda isi kepala dengan segala tanya tentang hak dan kewajiban, tentang apa yang boleh dan tidak boleh, tentang ingin dan tidak ingin.
Jalan telah terbentang panjang di depan mata. Tapi seribu beban masih terpanggul dengan segan. Pertentangan logika dan hati kerap menjadi cermin yang bermuka dua. Dua sisi mata uang yang tak pernah bisa berteman. Hanya diri yang lalu jatuh terduduk, terdiam di sudut ruang pikiran.
Jejak kaki, begitu aku sering menyebutnya.
Catatan atas hidup, tentang apa yang pernah dilewati, dilalui, dirasa, hingga membentuk seseorang menjadi ada di detik ini. Seharusnya seseorang patut melihat ke depan saja, tanpa perlu menengok lagi ke belakang. Tapi tak bisa dipungkiri bahwa jejak kaki yang dibuat menjadi pajangan di rak ingatan, menjadi rambu bagi langkah ke depan.
Setiap kala menjatuhkan pandang pada masa lalu terkadang membuat kita lebih bersyukur, tapi terkadang juga kembali meruntuhkan benteng pertahanan diri. Pertanyaan-pertanyaan tanpa jawaban, atau sekedar sesal berkepanjangan, langsung menggantung di sisi-sisi hati.
Hari ini entah kenapa, diri merasa begitu tak tentu. Tak beraturan. Tak berarah. Ada sesuatu yang mengganjal berat di hati. Entah apa.
16:10, September 14, 2007
1 comment:
sesuatu yang mungkin lebih buruk juga terjadi dibelah hati, diseberang lautan...
Post a Comment