Monday, May 14, 2007

DALAM RAGU

Menjadi diri dengan semua rasa hari ini mungkin bukan pilihan yang baik. Tapi menjalani hari ini tidak bisa memilih paket rasa yang juga ingin dirasakan hari ini. Ia datang dengan sendirinya, seiring dengan berputarnya jarum jam. Sang hati pun menghasilkan sendiri apa yang hendak dirasa. Segala sedih dan perih bukanlah pilihan yang dipilih hari ini. Berjuta beban di dada kiri menghimpit seperti koreng yang menganga, merejangi setiap sel rasa sakit, menyerangnya dengan voltase kekecewaan yang berulang, juga menyiramnya dengan cuka kerendahan diri yang tak berkesudahan. Maka benteng diri yang kokoh pun sekarang hanya tinggal pagar bambu yang rapuh. Kekuatan diri berada di jarum bertunjuh huruf ā€˜Eā€™ untuk empty. Tak ada kekuatanku untuk berlawan jika begini. Hanya ingin diam. Menikmati semua efek nestapa itu dalam setiap hirupan nafas. Mengingatnya sebagai kenyataan yang tak bisa dipisahkan dari diri.

Belakangan diri mudah sekali jatuh dan para demons dengan segera menangkapku dalam rengkuhnya. Berpesta pora mengacak-acak pikiran serta hati yang labil, yang gamang. Tak ada tempatku untuk sekedar sembunyi, berteduh di balik punggung siapa pun yang melintas juga tak mampu. Mereka hanya melintas. Tidak mengerti apa yang sedang merentangku begitu jauh.

Boneka-boneka tangan yang seperti palsu memainkan perannya dengan sempurna, meyakinkan aku bahwa memanglah nyata yang terjadi. Tak sekalipun rasa itu berbohong. Mereka berhasil dengan baik memanipulasi keadaan di luar pikiran dan menginterpretasikannya sebagai alat pengendali suasana hati. Bodoh diri ini. Sungguhlah bodoh. Berpikir-pikir utas tali kecemasan memandang hari esok dan yang akan segera datang. Jalan ini menuju kemanapun tak ada yang tahu, dan aku hanya segumpal debu tertiup angin ketidakpastian. Jarak yang ditempuh, angka kilometer hidupku tidak lagi sedikit, tapi mengapa selalu saja dihadapi kebimbangan yang itu-itu juga. Bukan menentukan arah yang membingungkan tetapi apakah diri pantah berada di jalan ini. Semua hal sederhana menjadi rumit, dan hal rumit menjadi gunung batu. Tak pernah sekalipun dijangka akan sehebat ini efek mental yang ditimbulkan atas pengkhianatan itu.

Meragukan apa yang orang lain rasa untukku memang sering sekali ditanyakan hati. Apakah mereka benar-benar tulus merasakan itu untukku, atau hanya sekedar kasihan, atau memang keterharusan yang diberikan. Semua bertumpuk menggoyahkan sudut di rumah hati dan kepala. Mengombang ambing diri dengan semua pertanyaan konyol. Bukan pun disengaja semua itu, mereka adalah olahan sempurna hasil karya pikiran yang terkadang terkontaminasi oleh amarah yang tersimpan rapat. Maka, diri hanya tinggal badan tanpa pikiran. Tubuh tanpa perasaan. Menjalani hari-hari yang terasa beratus kali lebih berat dengan semua beban itu. Biar saja semua dilewati, memperjuangkan diri agar yakin kepada diri sendiri, bahwa diri memanglah diri. Dan beginilah adanya diri. Konsekuensi atas perbuatan di masa lalu. Maka jalani saja hari ini.

11:45 ā€“ May 14, 2007

2 comments:

Anonymous said...

hati yang gamang barangkali cara demons memenjarakan keyakinan kita, mbun...

Yakinlah selalu, ada tangan dan hati yang bersedia untuk letihmu...

Anonymous said...

jangan pernah sekalipun membiarkan demons menang.....
sesedikit apapun ada kekuatan lain di luar bataskemamuan manusiayang mampu membendung pengaruh para demons itu..
jangan biarkan mereka meraja di diri dan hati kita....